Demi Pendidikan,Belajarpun di bekas Rice Milling

KAB.SOLOK---Lagi-lagi siswa miskin dipaksa akrab dengan keterbatasan. Demi mengecam pendidikan para tunas bangsa Karangputih, Nagari Lubukgadang Selatan, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan, menempati bangunan yang dulunya dijadikan tempat menumbuk padi.

Memang, sejak awal tahun 2010 lalu, MTs Qasratul Jannah telah resmi pindah dari sebuah SD di Karangputih. Proses pembelajaran dialihkan ke bekas heller (rice milling) yang ditumpangkan oleh salah seorang warga di sana. Salah satu alasan mereka pindah, karena permintaan siswa-siswi. Mereka mengaku sering mengantuk kalau belajar dimulai pada siang hari. Sebab, pada paginya gedung dipakai oleh murid SD.

"Makanya kami upayakan untuk segera pindah. Untung ada warga yang mau menumpangkan hellernya yang tak lagi dipakai. Sehingga Proses Belajar Mengajar (PBM) dapat dimulai pada pagi hari, dan pembelajaran bisa lebih efektif. Tentu saja dengan fasilitas yang serba terbatas, "ujar Anto, salah seorang guru.

Derita siswa MTs Qasratul Jannah Karangputih, hampir mirip dengan nestapa pelajar di MTsS Pekonina. Fasilitas serba minim. Di ruangan itu tidak terdapat bangku dan meja, jumlah anak didik yakni sebanyak 29 orang, yang terdiri dari kelas VII dan kelas VIII. Sedangkan untuk guru hanya tersedia tiga kursi dan meja. Tak mencukupi untuk jumlah guru yang mengajar di sana.

Keterbatasan tak hanya sampai disitu. Guru-guru di sana juga kesulitan mendapatkan buku panduan mengajar. Belum lagi soal buku pelajaran siswa, nyaris tidak ada sama sekali. Lebih memiriskan lagi, meskipun ada mata pelajaran Teknik Informasi Komputer (TIK), siswa di sana tak pernah belajar praktik komputer.

Bukannya guru tak mau mengajak mereka ke rental komputer (seperti yang dilakukan siswa MTs Pekonina), melihat keadaan siswa rencana itu selalu urung dilakukan.

"Siswa di sini tidak banyak yang tahu seperti apa itu komputer, "imbuh guru Fiqih itu.

Para siswa MTs Qosratul Jannah, pada umumnya juga berasal dari keluarga miskin. Bagi mereka, sekedar bisa bersekolah saja, sudah mujur. Bahkan ada juga siswa yang mengatakan pernah diminta oleh orangtuanya agar berhenti bersekolah. Disuruh membantu orangtua bekerja di sawah atau di ladang.

"Tigo urang kakak awak ndak ado yang tamat SD. Bakarajo di sawah. Awak ndak nio mode tu, "ujar salah seorang siswi MTs Qosratul Jannah, yang mengaku malu kalau namanya dicantumkan.

Potret siswa MTs Qosratul Jannah, merupakan kenyataan pahit yang dihadapi orang miskin menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Tak ada cahaya yang menjanjikan mereka untuk mengecam pendidikan seperti di sekolah-sekolah elite.

Komentar

Postingan Populer