Chistine Hakim lestarikan Pantun Minang lewat Kaos

PADANG---Meskipun berkali-kali digoncang gempa besar, namun semangat hidup warga Kota Padang tak runtuh. Bahkan dalam kondisi yang memprihatinkan pascagempa mereka masih bisa berupaya menjunjung tradisi budaya lokal.

Hingga kini kekayaan tradisi lisan Minangkabau masih berkembang di tengah masyarakat secara turun-temurun. Sayangnya pelestarian pantun cenderung kendor di sektor pendidikan secara formal. Para guru mulai jarang mengajarkannya di sekolah.

Seorang Cristine hakim (53), perempuan Tionghoa membangun ingatan urang awak. Dia tidak rela tradisi lisan Minang hilang oleh waktu.

“Tradisi ini harus berkembang meski di sekolah  saat ini mulai  ditinggalkan,”demikian pendapatnya.

Christine menggali kreativitasnya dengan mengabadikan pantun Minang ke dalam kaus. Upaya ini diharapkan menjadi pengingat warga akan pesan moral adat Minang.

Menurut Christine, Ide itu muncul beberapa pekan sebelum gempa menguncang Sumatera Barat, 30 september 2009. Ketika Christine tidak ingin dikenal orang sebagai penjual keripik balado (Keripik singkong yang diberi cabe merah), dirinya mengingat dan mencari tahu pantun adat Minang yang berkembang di Masyarakat.

Saat ini Ada lima pantun populer yang berhasil diabadikan dalam kaus bagian belakang. Pantun-pantun itu umumnya berisi pesan moral keluarga, hubungan antar manusia dan pesan moral kepada seorang perantau.

Salah satu pantun populer yang berhasil diabadikan melalui kaus berbunyi;
pulau pandan jauah di tangah
di baliak pulau angso duo
hancua badan dikanduang tanah
budi baiak takana juo.
Pantun ini bercerita tentang kebaikan seseorang tidak akan hilang meski jasad sudah mati terkubur di dalam tanah.

Sementara di depan kaus, berisi tentang pusaka budaya Minang, diantaranya tabuik (tempat penyimpanan padi sebagai simbol bersuka ria), Jam Gadang di Bukittinggi dan kawasan Kota Padang.

Untuk memproduksi kaus berpantun itu, Christine bekerja sama dengan produsen kaus di Bandung Jawa barat. Produksi pertama berhasil dipasarkan seminggu sebelum lebaran 2009 dengan harga Rp 85.000 per potong dengan diskon 20 persen. Bagi pembeli yang akan menjual kembali, Christine memberikan diskon 50 persen dari harga jual

Dinas Pariwisata Sumbar Puji kreativitas Christine Hakim

Ide dan kreativitas Christine Hakim dalam upaya memasyarakatkan kembali tradisi lisan Minangkabau berupa pantun Minang melalui produk kaus mendapat apresiasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar James halliward menghargai upaya Christine hakim ini. Diakuinya, seiring perkembangan zaman tradisi lisan Minangkabau cenderung ditinggalkan orang.

“Padahal tradisi ini hal yang seharusnya dibudayakan dan digali terus agar tradisi ini tidak lekang oleh waktu,"kata James.

Hal senada juga diungkapkan oleh Budayawan Minang Mak Katik (60). Menurutnya,  pelestarian budaya sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk Christine.

Mak Katik bahkan baru tahu tentang produksi tersebut saat dimintai komentarnya. Meskipun demikian, dirinya mengakui tradisi lisan Minang cenderung ditinggalkan orang belakangan ini.

”Tidak seperti tahun 1970 saat Hasan Basri Durin manjabat sebagai Walikota Padang, upaya melestarikan tradisi lisan begitu kuat,"katanya.

Dikatakan Mak Katik, mestinya gampang membuat masyarakat semakin kuat mentalnya, tanpa harus menangisi kesedihan berlarut-larut. Kami melihat gempa ini sebagi takdir, kami pasrah. Di manapun dan kapanpun bencana bisa terjadi. Air mata tak bisa menyelesaikan persoalan.

Menurutnya, apapun keputusan tuhan atas manusia semestinya dihadapi dengan tawakal.

"Berusaha itu sangat penting, tidak berpangku tangan di tengah bencana, seperti yang dilakukan oleh seorang Christine Hakim adalah sebuah modal untuk membangkitkan kembali kerja keras dan kreatifitas yang merupakan ciri dari urang Minang,"tutupnya.

Komentar

Postingan Populer