Terdakwa kasus Atheis ajukan kasasi

DHARMASRAYA,KM.-Alexander An, 31 tahun, terdakwa kasus ateis dan penodaan terhadap agama Islam di Dharmasraya akhirnya mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.

Alexander yang bernama panggilan Aan yang masih bersatus Pegawai Negeri Sipil di Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Dharmasraya, mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tinggi Sumatera Barat menguatkan seluruh vonis Pengadilan Negeri Muaro, Sijunjung pada 8 Agustus 2012. 

Pengadilan Negeri Muaro Juni lalu memvonisnya 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 atau diganti 2 bulan kurungan. Pengacara Aan dan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Sijunjung sama-sama mengajukan banding atas putusan itu.

Wakil Direktur Operasional LBH Padang Roni Sahputra yang juga salah seorang pengacara Alexander mengatakan, kasasi telah diserahkan ke Mahkamah Agung pada 2 Oktober 2012.

Kasasi, kata Roni, diajukan karena pihaknya keberatan dengan vonis banding sebab hakim ketua Mansyurdin Chaniago beserta anggota Sudiyatno dan Herman Nurman tidak mencantumkan pertimbangan hukum.

"Hakim hanya mengambil alih pertimbangan hukum Judex Factie Pengadilan Negeri menjadi pertimbangan hukum Judex Factie Pengadilan Tinggi, padahal kami melakukan banding karena menolak dan keberatan dengan semua isi putusan itu, tambahannya hanya vonis pembebanan biaya perkara  kepada terdakwa Rp2.500," katanya.

Vonis banding tersebut, tambah Roni, berarti juga mengabaikan fakta-fakta di persidangan yang tidak bisa membuktikan terdakwa telah menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

"Sebaliknya, di persidangan yang terbukti menyebarluaskan dan menimbulkan kebencian dan permusuhan adalah dua saksi yang memberitahu postingan Alexander di Facebook," ujarnya.

Bacaan Disensor

Alexander yang kini mendekam di penjara Lembaga Pemasyarakat Muaro Sijunjung mendapat perlakuan ketat dalam menerima bacaan. Sejumlah buku bacaan yang dikirimkan dari luar penjara disensor petugas penjara.

"Ada beberapa buku yang diberikan simpatisan untuk Alex disita petugas LP dan diserahkan ke Polres, di antaranya buku tentang revolusi Cina dan buku tentang perjalanan spritual Buddha, alasan penyitaan buku-buku tersebut bisa memancing Aan untuk tetap ber-Ateis, padahal itu buku yang dijual bebas di toko buku," kata Roni.

Karena penyensoran tersebut ada 7 buku yang dikirimkan pihak lain untuk bacaan Alexander di penjara belum diserahkan. 
Kepada PadangKini.com menjelang sidang vonis di Pengadilan Negeri Muaro, Alexander menyatakan keluhannya terhadap sensor bacaan yang dikirimkan kepadanya di penjara. 

"Tak ada yang bisa saya lakukan (di penjara-red), hanya membaca buku ringan, yang pasti sejak ditahan di tahanan Polres saya tidak bisa lagi menikmati buku-buku yang bagus, apalagi internet seperti Facebook-an atau melihat email, itu jelas dilarang" katanya.

Untuk mengisi waktu, sarjana Statistik Universitas Padjajaran itu pernah menuliskan rumus-rumus fisika untuk katanya pembangkit listrik sederhana di kertas kartu-kartu nama wartawan yang mengunjunginya dan kertas timah bungkus rokok.

Alexander berurusan dihukum setelah sekelompok orang di lokasi tempatnya bekerja di Dharmasraya menangkapnya karena ketahuan memposting beberapa pernyataan dan gambar yang dinilai menjelek Islam di akun Facebook miliknya dan grup "Ateis Minang" yang dia salah seorang pengelola.

Perbuatannya kemudian dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena dengan sengaja menyebarkan informasi menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kepada individu dan sekelompok masyarakat berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA)

Sumber:Padang kini.com

Komentar

Postingan Populer